share

Harapan Perdamaian Ukraina Dorong Penguatan Rupiah, Dolar AS Tertekan

March 4, 2025

Nilai tukar rupiah mengawali perdagangan pada Selasa, 4 Maret 2025, dengan catatan positif setelah menguat sebesar 44 poin atau 0,27% ke posisi Rp16.436 per dolar AS, dibandingkan dengan level penutupan sebelumnya di Rp16.480 per dolar AS. Penguatan ini terjadi seiring meningkatnya optimisme pasar terhadap kemungkinan tercapainya kesepakatan damai dalam konflik Rusia-Ukraina yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun.

Analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengungkapkan bahwa pelemahan signifikan dolar AS menjadi pendorong utama bagi penguatan rupiah. Pelemahan ini terjadi karena ekspektasi pasar terhadap perundingan damai yang sedang berlangsung antara Ukraina dan beberapa negara sekutu di Eropa. Faktor ini mendorong meningkatnya minat investor terhadap aset berisiko, termasuk mata uang dari negara-negara berkembang seperti rupiah.

Optimisme pasar semakin diperkuat setelah Inggris dan Prancis sepakat untuk bekerja sama dalam merancang proposal perdamaian yang akan disampaikan kepada Amerika Serikat. Kesepakatan ini dihasilkan dari diskusi antara Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Rencana perdamaian tersebut mencakup beberapa aspek penting, di antaranya peningkatan sistem pertahanan Ukraina agar dapat menghadapi potensi ancaman militer di masa depan, penguatan keamanan kawasan Eropa guna mencegah eskalasi lebih lanjut, serta jaminan dukungan politik dan finansial dari Amerika Serikat dalam jangka panjang.

Pasar keuangan global merespons perkembangan ini dengan positif, mengingat perang antara Rusia dan Ukraina selama ini telah memberikan tekanan besar terhadap stabilitas ekonomi dunia. Konflik tersebut menyebabkan gangguan pada pasokan energi, pangan, dan berbagai komoditas utama, sehingga meningkatkan inflasi di banyak negara. Jika kesepakatan damai dapat diwujudkan, maka ketegangan geopolitik yang selama ini membayangi perekonomian global dapat mereda, dan investor bisa kembali menaruh kepercayaan terhadap pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Selain sentimen geopolitik, pelemahan dolar AS juga disebabkan oleh rilis data ekonomi terbaru dari Amerika Serikat. Institute of Supply Management (ISM) melaporkan bahwa Purchasing Managers Index (PMI) sektor manufaktur AS berada di angka 50,3, lebih rendah dibandingkan perkiraan sebesar 50,5. Angka ini mencerminkan perlambatan pertumbuhan sektor manufaktur, yang berpotensi menimbulkan kekhawatiran mengenai prospek ekonomi AS dalam beberapa bulan mendatang.

Kondisi ini semakin diperburuk dengan kebijakan tarif yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump. Pemerintah AS telah mengonfirmasi bahwa tarif impor baru atas baja dan aluminium akan tetap berlaku untuk sejumlah mitra dagang utama seperti Kanada, Meksiko, dan Tiongkok. Kebijakan ini meningkatkan biaya produksi bagi perusahaan manufaktur AS, yang berpotensi menurunkan daya saing produk-produk Amerika di pasar global. Akibatnya, pasar keuangan AS mengalami tekanan, dan dolar AS melemah terhadap berbagai mata uang utama dunia.

Di tengah kondisi ini, rupiah diperkirakan akan terus bergerak dalam kisaran Rp16.400 hingga Rp16.500 per dolar AS sepanjang perdagangan hari ini. Meskipun ada potensi penguatan lebih lanjut, pelaku pasar masih akan mencermati perkembangan negosiasi perdamaian Ukraina serta kebijakan perdagangan AS yang dapat berdampak pada stabilitas ekonomi global dalam waktu dekat.