Kawasan Asia Tenggara tengah mengalami momentum transformatif yang diprediksi akan menjadi penentu arah pertumbuhan ekonomi global dalam dekade mendatang. ASEAN, yang beranggotakan sepuluh negara, telah menunjukkan ketahanan dan adaptabilitas luar biasa pasca pandemi, menjadikannya wilayah strategis bagi investasi, manufaktur, dan ekonomi digital.
Tiga pendorong makro menjadi sorotan utama: diversifikasi rantai pasokan, proyeksi pertumbuhan PDB yang melampaui rata-rata global, serta peningkatan investasi di sektor manufaktur bernilai tinggi. Dengan pertumbuhan ekonomi kawasan diperkirakan mencapai 4,6 persen pada 2024—jauh di atas rata-rata global 2,4 persen menurut IMF—ASEAN berada pada jalur positif untuk menjadi pusat gravitasi ekonomi baru.
Pergeseran rantai pasokan pasca krisis geopolitik dan pandemi menjadi peluang bagi negara-negara ASEAN untuk naik ke rantai nilai manufaktur yang lebih tinggi. Elektronik, semikonduktor, EV, baterai, dan farmasi kini menjadi fokus investasi asing langsung (FDI) terbesar di kawasan. Estimasi dari Boston Consulting Group menunjukkan potensi tambahan output manufaktur sebesar 600 miliar dollar AS per tahun dan penciptaan hingga 140.000 lapangan kerja baru.
Vietnam dan Malaysia tampil sebagai contoh konkret: Vietnam mengalami lonjakan ekspor signifikan dan menjadi lokasi R&D bagi raksasa seperti Apple dan Samsung. Sementara Malaysia, dengan pertumbuhan PDB tertinggi di ASEAN tahun lalu, memperkuat diri sebagai pusat semikonduktor melalui pelatihan 60.000 tenaga profesional.
Indonesia juga mengukuhkan posisi strategisnya. Dengan cadangan nikel terbesar di dunia, negara ini mengembangkan ekosistem kendaraan listrik dari hulu ke hilir. Pemerintah mendorong industrialisasi EV dengan membangun infrastruktur dan menarik mitra teknologi global, menjadikan Indonesia salah satu pusat pertumbuhan baru dalam energi terbarukan dan manufaktur strategis.
Ekonomi digital ASEAN pun menunjukkan tren pertumbuhan pesat. Laporan Google dan Temasek memproyeksikan bahwa nilai ekonomi digital di enam negara utama ASEAN akan meningkat dari 218 miliar dollar AS pada 2023 menjadi 600 miliar dollar AS pada 2030. Faktor pendorongnya termasuk adopsi teknologi yang luas, pertumbuhan populasi kelas menengah, dan konektivitas regional yang semakin kuat.
Bagi pelaku bisnis, lanskap ini menyajikan peluang dan tantangan yang berimbang. Strategi pertumbuhan yang adaptif, pemahaman pasar lokal, serta kemitraan yang tepat, termasuk dengan institusi keuangan seperti HSBC, menjadi kunci untuk mengoptimalkan peluang ini. HSBC sendiri telah memperkuat perannya di ASEAN melalui peluncuran platform TradePay dan dana pertumbuhan ASEAN senilai 1 miliar dollar AS.
Transformasi ekonomi ASEAN bukan lagi potensi masa depan, melainkan realitas yang tengah berjalan. Bagi bisnis dan investor global, momentum ini adalah waktu yang tepat untuk menetapkan pijakan jangka panjang di kawasan yang tengah tumbuh sebagai episentrum ekonomi baru dunia.