share

Keanggotaan Indonesia di BRICS Buka Peluang Pasar yang Lebih Luas, Luhut Pandjaitan Bicara Strategi Ekonomi Baru

Indonesia secara resmi telah menjadi anggota penuh BRICS, sebuah langkah strategis yang disambut dengan optimisme oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam pernyataannya, Luhut menegaskan bahwa Indonesia adalah negara besar yang tidak boleh tergantung pada satu negara atau kekuatan tertentu. Ia memandang langkah ini sebagai upaya memperluas cakrawala ekonomi dan membuka peluang baru di tengah dinamika global yang semakin kompleks.

Berbicara di Kantor DEN pada Kamis (9/1), Luhut menekankan pentingnya menjaga kedaulatan dan fleksibilitas dalam hubungan internasional. “Indonesia adalah negara yang berdaulat, negara besar. Kita terlalu besar untuk hanya berpihak pada satu negara,” ujarnya dengan tegas. Pernyataan ini menggarisbawahi posisi strategis Indonesia sebagai pemain utama dalam percaturan ekonomi global.

Luhut menjelaskan bahwa keanggotaan di BRICS membawa keuntungan signifikan bagi Indonesia, terutama dalam memperluas akses pasar. Dengan menjadi bagian dari aliansi yang mencakup Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, Indonesia mendapatkan peluang untuk memperkuat hubungan dagang dengan negara-negara yang memiliki pasar besar dan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Langkah ini diharapkan dapat memperluas ekspor dan menarik investasi yang lebih beragam.

“Dengan BRICS, pasar kita menjadi jauh lebih besar. Ini penting mengingat situasi global saat ini sangat dinamis. Persoalan ekonomi di Tiongkok yang sedang melemah, krisis energi di Eropa akibat ketergantungan pada gas Rusia, dan ketidakpastian tarif di Amerika Serikat adalah tantangan yang harus kita antisipasi dengan cermat,” papar Luhut. Menurutnya, kombinasi dari berbagai faktor ini menuntut Indonesia untuk mencari alternatif strategi ekonomi yang lebih berimbang dan inovatif.

Salah satu langkah konkret yang disebutkan Luhut adalah kemungkinan untuk membeli minyak dari Rusia. Dalam pandangannya, keputusan semacam ini didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan keuntungan bagi negara. “Kita akan beli dari mana saja, selama itu menguntungkan Republik Indonesia. Kalau kita bisa mendapatkan harga yang lebih murah, misalnya USD 20-22 per barel, kenapa tidak? Prinsipnya adalah memanfaatkan peluang terbaik untuk kepentingan bangsa,” tegasnya.

Langkah Indonesia untuk bergabung dengan BRICS juga mencerminkan tekad untuk meningkatkan posisi tawar dalam ekonomi global. BRICS, yang mewakili lebih dari 40 persen populasi dunia dan sekitar seperempat dari produk domestik bruto (PDB) global, menawarkan platform bagi anggotanya untuk berkolaborasi dalam berbagai bidang strategis, termasuk perdagangan, investasi, dan teknologi. Dengan menjadi anggota penuh, Indonesia kini memiliki akses langsung ke forum strategis ini, memungkinkan negara untuk memainkan peran yang lebih aktif dalam mengarahkan agenda ekonomi global.

Keputusan untuk membuka diri terhadap berbagai peluang, termasuk kemungkinan diversifikasi sumber energi, menunjukkan pendekatan pragmatis yang diambil oleh pemerintah. Dengan pasar yang semakin terintegrasi dan tantangan global yang terus berkembang, Indonesia kini berada dalam posisi yang lebih baik untuk menghadapi masa depan yang penuh dengan peluang dan tantangan.