share

Kenaikan Tarif PPN: Strategi Sri Mulyani dalam Mengimbangi Pertumbuhan Ekonomi

Jakarta, Indonesia — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menyoroti posisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Indonesia di kancah global, terutama terkait kenaikan tarif dari 11% menjadi 12% yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Dalam konferensi pers yang berlangsung di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, Senin (16/12), Sri Mulyani menegaskan bahwa tarif PPN Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan regional maupun anggota G20.

Dalam penjelasannya, Sri Mulyani menyebutkan bahwa banyak negara dengan kondisi ekonomi serupa memiliki tarif PPN yang lebih tinggi. Contoh nyata datang dari Brasil, yang menetapkan PPN sebesar 17% dengan rasio pajak mencapai 24,67%. Afrika Selatan dan India juga memiliki tarif PPN masing-masing sebesar 15% dan 18%, dengan rasio pajak 21,4% dan 17,3%. Bahkan Turki, meskipun memiliki tantangan ekonomi yang tidak kalah berat, menetapkan PPN sebesar 20% dengan rasio pajak mencapai 16%.

Sri Mulyani juga mengungkapkan perbandingan dengan negara-negara di ASEAN. Di wilayah ini, tarif PPN Indonesia masih berada di atas rata-rata, di mana Malaysia, Vietnam, Singapura, dan Thailand menetapkan tarif masing-masing 10%, 8%-10%, 9%, dan 7%. Namun, menurut Sri Mulyani, langkah menaikkan tarif PPN menjadi 12% tetap dilakukan secara bertahap dan hati-hati dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat, stabilitas konsumsi rumah tangga, serta tren inflasi yang saat ini berada di angka 1,5%.

Sri Mulyani menyoroti pentingnya kebijakan ini dalam mendukung upaya peningkatan tax ratio Indonesia, yang saat ini masih berada di bawah banyak negara lain di dunia. Tax ratio—indikator yang mengukur penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)—di Indonesia tercatat masih cukup rendah dibandingkan negara-negara seperti Filipina (15,6%) atau Meksiko (14,46%), meskipun Indonesia telah melakukan berbagai reformasi fiskal.

Dalam diskusinya, Sri Mulyani juga menekankan bahwa pemerintah memahami kekhawatiran yang muncul dari berbagai pihak terkait potensi dampak kenaikan tarif ini terhadap konsumsi masyarakat. Meski demikian, ia optimistis bahwa dampaknya dapat diminimalkan melalui pengelolaan kebijakan yang terukur. Ia juga menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk tidak hanya meningkatkan penerimaan negara tetapi juga menjaga momentum pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.

Kenaikan PPN ini, lanjut Sri Mulyani, merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat basis penerimaan negara tanpa membebani masyarakat secara berlebihan. Dengan kebijakan fiskal yang adaptif, diharapkan Indonesia dapat mencapai keseimbangan antara kebutuhan penerimaan negara dan perlindungan daya beli masyarakat, sekaligus memperkuat posisi fiskal dalam menghadapi tantangan global di masa mendatang.