share

Usulan Kenaikan Cukai Rokok 25% Per Tahun Diharapkan Mampu Mengurangi Prevalensi Merokok di Indonesia

Indonesia kini menghadapi tantangan besar dalam pengendalian konsumsi rokok, khususnya di kalangan pria dewasa. Menempati peringkat kedua tertinggi di dunia untuk perokok pria dewasa, dengan 58,4% populasi pria dewasa terjerat dalam kebiasaan merokok, Indonesia juga menduduki peringkat ke-23 secara keseluruhan, di mana 31,0% dari seluruh penduduknya adalah perokok. Rendahnya harga rokok di tanah air, yang rata-rata hanya $2,87 (setara dengan Rp 44.485) per bungkus, sangat jauh di bawah harga rata-rata global yang mencapai $5,8 (sekitar Rp 89.900) per bungkus. Hal ini menjadi faktor signifikan dalam tingginya angka prevalensi merokok.

Dalam konferensi pers yang diadakan oleh berbagai pihak, Roosita Meilani Dewi, Direktur Center of Human and Economic Development, menyampaikan pandangannya terkait pentingnya menaikkan Cukai Hasil Tembakau (CHT) secara merata setiap tahunnya. Menurutnya, salah satu cara yang paling efektif untuk mengurangi dampak buruk konsumsi rokok adalah dengan melakukan kenaikan cukai yang signifikan dan merata. “Kami mengusulkan untuk menaikkan cukai rokok minimal 25% per tahun secara sama dan merata untuk semua jenis rokok,” tegasnya, sembari menjelaskan bahwa langkah ini juga dapat mencegah praktik ‘downtrading’, di mana perokok beralih ke produk tembakau yang lebih murah sebagai respons terhadap kenaikan cukai yang tidak merata.

Abdillah Ahsan, pakar cukai rokok dari Universitas Indonesia, turut memberikan pandangannya. Menurutnya, pengendalian konsumsi rokok tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga membutuhkan dukungan penuh dari pemangku kepentingan di daerah. “Beban kesehatan yang diakibatkan oleh konsumsi rokok sangat besar, baik bagi individu maupun negara. Oleh karena itu, cukai bisa menjadi solusi efektif untuk menekan konsumsi rokok,” jelasnya.

Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, Dr. Putu Ayu Swandewi Astuti, Ketua Udayana Central, menekankan pentingnya pengendalian konsumsi rokok melalui kebijakan yang efektif. “Pengendalian konsumsi rokok dengan optimalisasi cukai sangat penting untuk menekan angka perokok, baik di kalangan dewasa maupun anak muda,” jelasnya. Dengan demikian, upaya ini diharapkan dapat mengurangi dampak negatif yang meluas terhadap kesehatan masyarakat dan ekonomi nasional.

Hal senada juga disampaikan oleh Dr. Benget Saragih, Ketua Tim Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau dari Kementerian Kesehatan RI, yang menegaskan pentingnya meningkatkan cukai rokok untuk mencegah akses mudah terhadap produk tembakau, terutama bagi anak-anak. “Rokok tidak boleh mudah diakses, apalagi oleh anak-anak. Kenaikan cukai adalah langkah tepat untuk memperketat akses ini,” paparnya.

Ifdhal Kasim, Koordinator Koalisi Nasional Masyarakat Sipil Pengendalian Tembakau, juga menyoroti hubungan erat antara kenaikan cukai rokok dengan hak asasi manusia. “Ini bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga hak atas kesehatan. Kenaikan pajak rokok akan berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, serta berperan dalam mencapai keadilan sosial,” ujarnya.

Dalam konteks perlindungan anak, Hery Chariansyah, Ketua Komisi Nasional Anak, menambahkan pentingnya regulasi yang lebih tegas untuk mengendalikan prevalensi merokok, terutama di kalangan anak-anak. Di sisi lain, Affan Fitrahman dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah menilai bahwa kenaikan cukai rokok menjadi langkah penting dalam melindungi generasi muda dari bahaya rokok.

Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menegaskan bahwa cukai seharusnya dipandang sebagai instrumen pengendalian, bukan hanya sebagai sumber pendapatan negara. “Fungsi cukai lebih dari sekadar pemasukan. Ini adalah alat untuk melindungi masyarakat dari bahaya rokok,” tegasnya.

Keseluruhan konferensi ini menegaskan bahwa kenaikan cukai hasil tembakau merupakan bagian dari strategi komprehensif untuk melindungi kesehatan masyarakat Indonesia. Para pembicara berharap bahwa rekomendasi yang disampaikan dapat menjadi masukan penting bagi para pembuat kebijakan dalam merumuskan strategi pengendalian tembakau yang lebih efektif di masa depan.