Analis komunikasi politik, Hendri Satrio (Hensat), menyampaikan pandangannya terkait rencana pembentukan kabinet Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Menurut Hensat, konfigurasi kabinet yang diproyeksikan akan terdiri dari 104 hingga 106 menteri serta wakil menteri, termasuk beberapa kementerian baru, berpotensi besar membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Rencana ini dinilai Hensat sebagai sebuah langkah yang dapat memberikan dampak serius, baik dari sisi belanja pegawai maupun belanja infrastruktur.
“Dalam kondisi apapun, sekalipun Pak Prabowo mungkin berkomitmen tidak akan mengambil dana dari APBN secara langsung, namun kenyataannya kabinet gemuk ini tetap akan memberikan tekanan besar terhadap anggaran negara. Bukan hanya dari segi gaji pegawai, tetapi juga infrastruktur terkait, seperti pembangunan gedung dan fasilitas pendukung lainnya,” ujar Hensat, pada Rabu (16/10).
Hensat menggarisbawahi bahwa keputusan membentuk kabinet yang besar ini didorong oleh kebutuhan politik untuk memberikan apresiasi kepada berbagai pihak yang berperan dalam kemenangan Prabowo di Pilpres 2024. Sebagai bentuk balas jasa, Prabowo harus melakukan penyesuaian terhadap struktur kementerian yang ada, bahkan berpotensi menambah pos-pos baru dalam kabinetnya.
“Ini merupakan fenomena politik yang sudah sering kita lihat. Setelah kemenangan elektoral, pemenang harus memenuhi harapan dari kelompok-kelompok pendukung yang telah berjasa. Dalam hal ini, kabinet gemuk yang dirancang oleh Prabowo sangat mungkin akan menjadi salah satu kemenangan elektoral pertama yang kemudian membebani APBN dalam skala besar,” tambahnya.
Kemiripan dengan Kabinet Jokowi
Hensat juga menilai bahwa komposisi kabinet Prabowo tidak akan terlalu berbeda dengan kabinet yang saat ini dijalankan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini terlihat dari banyaknya nama-nama menteri era Jokowi yang kembali dipanggil untuk mengisi jabatan dalam kabinet Prabowo.
“Dari data yang kita lihat, setidaknya ada 17 menteri dari kabinet Jokowi yang dipertimbangkan kembali oleh Prabowo untuk duduk di kabinetnya. Ini mengindikasikan bahwa selain faktor utang dan program-program yang diwariskan, Prabowo tampaknya akan meneruskan sejumlah kebijakan strategis yang telah dijalankan oleh Jokowi,” ungkap Hensat.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa warisan utang yang ditinggalkan oleh pemerintahan Jokowi bisa menjadi tantangan serius bagi Prabowo. Komitmen untuk melanjutkan berbagai proyek infrastruktur dan program prioritas yang telah dirancang sebelumnya dapat memaksa Prabowo menerapkan pendekatan serupa, yaitu dengan mengandalkan pembiayaan dari utang.
“Prabowo mungkin akan meneruskan pola yang sudah ditempuh oleh Jokowi, terutama dalam hal pembiayaan proyek-proyek besar melalui utang. Ini tentunya menjadi perhatian utama, karena skenario ini bisa saja menambah beban keuangan negara ke depan,” jelasnya.
Tantangan dan Peluang bagi Prabowo
Meskipun demikian, Hensat menegaskan bahwa Prabowo tetap perlu diberi kesempatan untuk menjalankan pemerintahannya. Ia optimis bahwa Prabowo akan mampu menyesuaikan diri dan melakukan perubahan kebijakan yang lebih berpihak kepada kepentingan rakyat setelah dilantik secara resmi.
“Memang dalam tahap awal, ada kecenderungan Prabowo untuk fokus pada konsolidasi politik dan pembentukan kabinet. Namun setelah pelantikan, saya melihat bahwa Prabowo akan lebih bebas dalam menentukan arah kebijakannya sendiri, tanpa terlalu terikat pada komitmen politik elektoral. Pada saat itulah, dia bisa menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang diharapkan oleh rakyat Indonesia,” lanjut Hensat.
Ia juga menekankan pentingnya memberikan kesempatan kepada Prabowo untuk membuktikan kemampuannya dalam memimpin kabinet dan menjalankan pemerintahan dengan efektif. Menurutnya, penilaian akhir terhadap pemerintahan Prabowo baru dapat dilakukan setelah kebijakan-kebijakan yang ia ambil mulai menunjukkan dampak nyata.
“Saya sangat percaya bahwa kita harus memberikan ruang bagi Prabowo untuk menunjukkan performa terbaiknya. Setiap pemimpin baru membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan tantangan yang ada, dan hal itu harus kita hormati. Jadi, meskipun banyak kekhawatiran, kita perlu memberikan kepercayaan kepada Prabowo untuk memimpin,” pungkas Hensat.
Dengan demikian, tantangan utama yang dihadapi kabinet Prabowo-Gibran bukan hanya soal komposisi yang gemuk, tetapi juga bagaimana kabinet ini dapat beroperasi secara efektif tanpa membebani APBN secara berlebihan. Hensat mengakhiri dengan menyampaikan bahwa tantangan ini bukanlah hal yang baru, namun ekspektasi terhadap kepemimpinan Prabowo tetap tinggi, terutama dalam menjawab berbagai persoalan mendesak yang dihadapi oleh bangsa ini.