JAKARTA — Para pelaku usaha semakin percaya diri terhadap prospek ekspor Indonesia pada tahun 2025. Dengan dinamika ekonomi global yang diperkirakan lebih stabil dibandingkan tahun sebelumnya, peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan kinerja ekspornya kian terbuka. Keyakinan ini disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani, yang menilai bahwa situasi ekonomi dunia saat ini memberikan ruang yang lebih besar bagi Indonesia untuk mengoptimalkan ekspor.
Dalam pernyataannya, Shinta menegaskan bahwa ketidakpastian ekonomi global memang masih ada, dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal seperti geopolitik dan kebijakan ekonomi negara-negara besar. Namun, kondisi saat ini lebih menjanjikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yang diliputi oleh fluktuasi tinggi akibat pandemi, inflasi global, dan ketegangan geopolitik yang lebih intens. Dengan stabilitas yang lebih baik, Indonesia memiliki kesempatan emas untuk memperkuat posisinya dalam perdagangan internasional dan memperluas pangsa pasarnya di berbagai sektor industri.
Salah satu faktor eksternal yang turut berkontribusi terhadap potensi pertumbuhan ekspor Indonesia adalah perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Meskipun konflik perdagangan ini telah berlangsung sejak 2019, dampaknya terhadap Indonesia tidak sepenuhnya bersifat negatif. Shinta mencatat bahwa pada era awal perang dagang di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, Indonesia belum mampu sepenuhnya memanfaatkan pergeseran arus perdagangan dan investasi yang muncul akibat ketegangan antara dua negara ekonomi terbesar di dunia itu.
Namun, dengan meningkatnya eskalasi perang dagang antara AS dan China, peluang baru terus bermunculan. Pergeseran rantai pasok global dan pengalihan investasi menjadi fenomena yang semakin nyata, membuka celah bagi Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) serta memperluas akses pasar bagi produk ekspor nasional. Jika dimanfaatkan secara optimal, kondisi ini dapat menjadi katalis bagi pertumbuhan perdagangan dan perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun mendatang.
Meski begitu, Shinta menekankan bahwa keberhasilan dalam meningkatkan ekspor tidak bisa hanya bergantung pada faktor eksternal semata. Peran pemerintah dalam menciptakan kebijakan yang mendukung daya saing nasional menjadi faktor krusial dalam menentukan sejauh mana Indonesia dapat memanfaatkan peluang yang ada. Jika Indonesia hanya bertahan pada status quo tanpa melakukan perubahan signifikan, maka kinerja ekspor dan investasi nasional tidak akan mengalami peningkatan yang signifikan. Oleh karena itu, Apindo terus mendorong pemerintah untuk mempercepat reformasi struktural yang dapat meningkatkan daya saing industri nasional di tingkat global.
Langkah-langkah strategis yang diperlukan mencakup berbagai aspek, mulai dari peningkatan kualitas produk ekspor, pemenuhan standar internasional, hingga strategi harga yang lebih kompetitif. Selain itu, diversifikasi produk yang memiliki potensi ekspor juga perlu terus diperluas agar Indonesia tidak hanya bergantung pada komoditas tertentu. Daya dukung dari dalam negeri, seperti iklim usaha yang kondusif dan kebijakan investasi yang ramah terhadap industri, juga menjadi faktor kunci dalam meningkatkan produktivitas nasional.
Selain memperkuat fondasi industri, penting pula bagi Indonesia untuk memperbaiki infrastruktur dan logistik guna memperlancar distribusi barang ke pasar internasional. Biaya logistik yang tinggi masih menjadi kendala utama dalam meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Jika hambatan ini bisa diatasi, maka potensi peningkatan ekspor akan semakin besar.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menetapkan target ambisius untuk pertumbuhan ekspor Indonesia hingga tahun 2029. Pada tahun 2025, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekspor sebesar 7,1% secara tahunan (year-on-year/YoY) dengan nilai total mencapai US$294,45 miliar. Pada tahun berikutnya, ekspor diharapkan meningkat sebesar 7,09% YoY menjadi US$315,31 miliar, dengan kontribusi dari ekspor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mencapai US$22,04 miliar atau tumbuh 14,05%.
Pada tahun 2027, ekspor nasional diproyeksikan mencapai US$340,2 miliar, naik 7,89% dibandingkan tahun sebelumnya, sementara ekspor UMKM ditargetkan mencapai US$25,24 miliar dengan pertumbuhan 14,48%. Tren pertumbuhan ini diharapkan terus berlanjut pada 2028, di mana ekspor nasional dipatok tumbuh 8,77% YoY menjadi US$370,04 miliar, dan ekspor UMKM ditargetkan naik 15,03% menjadi US$29,03 miliar. Hingga tahun 2029, target ekspor Indonesia diperkirakan dapat mencapai US$405,69 miliar, dengan kontribusi ekspor UMKM yang melonjak hingga US$35,29 miliar atau tumbuh 21,57%.
Dengan proyeksi yang ambisius ini, tantangan utama bagi Indonesia adalah bagaimana memastikan bahwa momentum yang ada dapat dikapitalisasi dengan baik. Sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan sektor industri menjadi kunci dalam memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan benar-benar efektif dalam meningkatkan daya saing ekspor nasional.
Selain itu, pelaku usaha juga diharapkan dapat beradaptasi dengan tren global yang terus berkembang, termasuk pemanfaatan teknologi dalam proses produksi dan pemasaran. Digitalisasi dan adopsi teknologi industri 4.0 dapat membantu meningkatkan efisiensi serta menciptakan produk dengan nilai tambah lebih tinggi, yang pada akhirnya akan memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan internasional.
Optimisme terhadap potensi ekspor Indonesia pada 2025 didukung oleh berbagai faktor, baik dari sisi global maupun domestik. Namun, tanpa strategi yang tepat dan langkah konkret dalam memperkuat daya saing nasional, peluang ini bisa berlalu begitu saja. Oleh karena itu, langkah-langkah kebijakan yang proaktif dan kolaborasi erat antara berbagai pemangku kepentingan menjadi faktor penentu dalam mewujudkan target ekspor yang telah ditetapkan pemerintah.