Nilai ekspor Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatatkan pencapaian luar biasa pada November 2024 dengan total sebesar US$51,95 juta. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 6,43% dibandingkan dengan ekspor Oktober 2024 dan kenaikan signifikan sebesar 32,83% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu sebesar US$48,81 juta. Kinerja ini menjadi cerminan pertumbuhan ekonomi daerah yang semakin kompetitif dalam perdagangan internasional.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, Herum Fakarwati, pada Kamis (2/1), mengungkapkan bahwa Amerika Serikat menjadi tujuan ekspor terbesar DIY pada November, dengan nilai mencapai US$20,93 juta. Negara-negara tujuan utama lainnya adalah Jerman dengan US$4,67 juta dan Jepang sebesar US$4,32 juta. Ketiga negara ini berkontribusi sebesar 57,59% dari total ekspor DIY. Selain itu, nilai ekspor ke Uni Eropa tercatat sebesar US$11,42 juta, sementara ke negara-negara ASEAN mencapai US$3,38 juta.
Dari sisi komoditas, pakaian jadi bukan rajutan mendominasi nilai ekspor DIY pada November dengan kontribusi sebesar US$16,59 juta atau 31,95%. Barang-barang rajutan menyusul di posisi kedua dengan nilai US$9,72 juta atau 18,63%. Selanjutnya, perabot dan penerangan rumah menyumbang sebesar US$5,29 juta (10,14%), diikuti oleh barang-barang dari kulit dengan nilai yang sama, yaitu US$5,29 juta. Sementara itu, kertas dan karton mencatatkan nilai ekspor sebesar US$2,37 juta (4,54%). Komoditas lainnya, seperti jerami dan bahan anyaman, minyak atsiri, kosmetik, kayu, serta gula dan kembang gula, masing-masing memiliki nilai ekspor di bawah US$2 juta.
Secara kumulatif, dari Januari hingga November 2024, pakaian jadi bukan rajutan menjadi komoditas dengan kontribusi terbesar dalam nilai ekspor DIY, mencapai US$170,33 juta atau 34,93%. Barang-barang rajutan menyusul dengan nilai sebesar US$57,50 juta (11,79%), dan perabot serta penerangan rumah mencatatkan US$55,33 juta (11,35%). Herum menambahkan bahwa 99,06% dari total ekspor DIY selama periode ini berasal dari industri pengolahan, menegaskan pentingnya sektor ini dalam menopang perekonomian daerah.
Di sisi lain, nilai impor DIY pada November 2024 mencapai US$20,17 juta, mengalami kenaikan tajam sebesar 31,74% dibandingkan nilai impor pada Oktober yang tercatat sebesar US$15,1 juta. Tiongkok menjadi negara asal impor terbesar dengan nilai US$6,49 juta atau 32,18% dari total impor. Amerika Serikat berada di posisi kedua dengan nilai impor sebesar US$5,52 juta (27,37%), diikuti oleh Hong Kong dengan US$4,29 juta (21,27%) dan Taiwan sebesar US$1,32 juta (6,54%). Negara-negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, Thailand, dan Vietnam masing-masing mencatat nilai impor di bawah US$1 juta.
Komoditas impor terbesar pada November 2024 adalah lokomotif dan peralatan kereta api, dengan nilai mencapai US$5 juta atau 24,79% dari total impor. Kain rajutan berada di posisi kedua dengan nilai US$4,67 juta (23,15%), diikuti oleh kain tenunan berlapis senilai US$1,33 juta (6,59%). Herum juga menyebutkan bahwa impor lainnya mencakup filamen buatan, kain tenunan khusus, pakaian jadi bukan rajutan, plastik dan barang dari plastik, mesin atau peralatan listrik, kapas, dan mesin mekanik.
Dengan nilai ekspor yang jauh melampaui impor, DIY mencatat surplus perdagangan sebesar US$31,78 juta pada November 2024. Secara kumulatif, selama periode Januari hingga November 2024, DIY membukukan surplus sebesar US$330,57 juta. Tiga komoditas impor utama selama periode tersebut adalah kain rajutan dengan nilai US$31,42 juta (20%), lokomotif dan peralatan kereta api senilai US$20,70 juta (13,18%), serta filamen buatan sebesar US$15,49 juta (9,86%). Kinerja perdagangan ini menunjukkan daya saing DIY yang terus meningkat dalam pasar internasional.