Harga minyak dunia mengalami peningkatan signifikan pada perdagangan Kamis (15/11), seiring dengan laporan terbaru yang menunjukkan penurunan tajam pada stok bensin Amerika Serikat (AS). Kondisi ini memicu kekhawatiran di pasar energi tentang potensi kekurangan pasokan bahan bakar, di tengah gejolak permintaan yang dipengaruhi oleh penguatan dolar AS. Meski demikian, para analis juga mengamati dengan cermat kondisi ekonomi global yang dapat memengaruhi pergerakan harga minyak dalam beberapa bulan mendatang.
Harga minyak mentah jenis Brent, yang merupakan acuan global, mencatat kenaikan sebesar 28 sen atau 0,4%, dan ditutup di level US$72,56 per barel, menurut data Bloomberg. Di sisi lain, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) yang menjadi patokan utama di AS, juga naik ke level US$68 per barel. Kenaikan ini menandakan sentimen pasar yang terpengaruh oleh laporan penurunan pasokan bensin AS, di mana Badan Energi Internasional (IEA) mencatat penurunan sebesar 4,4 juta barel pada stok bensin AS selama pekan lalu, membawa stok bensin ke level terendah dalam satu dekade untuk periode yang sama di tahun ini.
Penurunan tajam dalam stok bensin AS mencerminkan adanya peningkatan konsumsi domestik yang tidak seimbang dengan pasokan yang tersedia. Badan Energi Internasional menyebutkan bahwa penurunan stok ini terjadi di tengah perkiraan kenaikan total persediaan minyak AS yang mencapai sekitar 2,1 juta barel, melebihi perkiraan industri sebelumnya. Kondisi ini menambah tekanan pada pasar energi global, mengingat AS merupakan konsumen minyak terbesar di dunia, sehingga perkembangan di negara tersebut memiliki dampak signifikan pada pergerakan harga minyak dunia.
Gejolak harga komoditas, khususnya minyak mentah, selama minggu ini juga dipicu oleh lonjakan indeks dolar AS yang mencapai level tertinggi dalam dua tahun terakhir. Penguatan dolar, yang didorong oleh kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS, memperbesar tekanan pada pasar komoditas global, karena membuat minyak dan bahan mentah lainnya menjadi lebih mahal bagi pembeli di luar AS yang harus membeli dalam mata uang dolar. Analis memprediksi bahwa dolar AS akan mencatat kenaikan mingguan ketujuh berturut-turut, sehingga kondisi ini terus membebani permintaan minyak global, terutama di negara-negara yang bukan berbasis dolar.
Dalam pernyataan terbaru, Badan Energi Internasional juga memberikan proyeksi adanya surplus minyak pada tahun mendatang. Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya perlambatan pertumbuhan permintaan minyak di Tiongkok yang merupakan salah satu konsumen minyak terbesar di dunia, sementara produksi minyak justru terus mengalami peningkatan. Surplus minyak global ini dapat menjadi lebih besar jika Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama sekutunya, termasuk Rusia, melanjutkan rencana untuk mengaktifkan kembali produksi yang sebelumnya ditahan demi menjaga keseimbangan harga.
Prospek surplus tersebut mengindikasikan bahwa pasar minyak global dapat menghadapi tantangan besar dalam menjaga kestabilan harga, terutama jika permintaan tidak mampu mengimbangi produksi yang terus meningkat.