Jakarta – Dalam wawancara eksklusif bersama CNN International, CEO Google DeepMind, Demis Hassabis, menyampaikan pandangan kritis terkait dua risiko utama dari teknologi kecerdasan buatan (AI). Menurutnya, tantangan yang dihadapi industri bukan semata pada dampak AI terhadap pekerjaan manusia, melainkan pada dimensi etika dan keamanan teknologi itu sendiri.
“Risiko terbesar AI bukan kehilangan pekerjaan, tetapi jika jatuh ke tangan yang salah dan berkembang tanpa batasan yang jelas,” ujar Hassabis, dikutip Minggu (8/6).
Dari perspektif industri, dua hal yang disebutkan Hassabis ini patut menjadi sorotan serius: pertama, penyalahgunaan AI untuk tujuan destruktif; kedua, kesulitan dalam menjaga sistem AI canggih agar tetap dalam kontrol manusia.
Kasus terbaru dari FBI mendukung pernyataan tersebut. Lembaga penegak hukum itu menemukan penggunaan AI untuk membuat suara tiruan pejabat pemerintah AS, yang dipakai untuk penipuan dan manipulasi. Selain itu, teknologi ini juga dipakai dalam produksi konten deepfake pornografi.
Secara teknis, kemajuan AI membuka peluang besar untuk efisiensi dan produktivitas. Namun, pada saat yang sama, pengembang dan regulator dihadapkan pada tantangan menciptakan regulasi yang mampu mengimbangi percepatan inovasi.
Hassabis juga menyerukan perlunya kesepakatan internasional sebagai kerangka etika dan regulatif bersama, guna memastikan AI berkembang dengan nilai-nilai positif dan tidak disalahgunakan.
Dari sisi profesional, pernyataan ini menandai pentingnya pendekatan kolaboratif antara pemerintah, sektor swasta, dan komunitas riset dalam membentuk masa depan AI yang aman dan bermanfaat.