share

BPJS Ketenagakerjaan Gencar Sasar Pekerja Informal dengan Pendekatan Komunitas

Jakarta — BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek mengambil langkah proaktif untuk memperluas jangkauan perlindungan sosial dengan menyasar kelompok pekerja informal yang rentan. Pendekatan berbasis komunitas menjadi strategi utama dalam mengatasi tantangan rendahnya tingkat kepesertaan di segmen pekerja ini.

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, menjelaskan bahwa saat ini cakupan kepesertaan baru mencapai 13%. Untuk meningkatkan angka tersebut, pendekatan langsung melalui komunitas menjadi salah satu solusi kunci. “Kami masuk ke komunitas-komunitas seperti petani, nelayan, dan komunitas keagamaan. Dengan cara ini, kami bisa lebih mudah menyampaikan pentingnya perlindungan sosial bagi para pekerja,” ungkap Anggoro dalam pembukaan Social Security Summit 2024 di Jakarta pada Selasa (26/11).

Pendekatan berbasis komunitas dilakukan dengan melibatkan tokoh masyarakat atau pemimpin komunitas yang memiliki pengaruh besar. Mereka diharapkan dapat membantu menyosialisasikan pentingnya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan kepada anggota komunitas. Langkah ini dinilai lebih efektif, terutama bagi pekerja informal yang kerap kali tidak memiliki pihak pengingat seperti halnya pekerja formal di perusahaan.

Saat ini, dari total 40,83 juta peserta BPJS Ketenagakerjaan, sebanyak 9,4 juta berasal dari kategori bukan penerima upah, atau pekerja informal. Namun, angka ini masih jauh dari target, mengingat Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Februari 2024 mencatat ada 84,13 juta pekerja yang terlibat dalam aktivitas ekonomi informal di Indonesia. Sebagian besar dari mereka belum tersentuh perlindungan sosial.

Anggoro juga menyoroti bahwa mayoritas pekerja informal ini tergolong dalam desil 1 hingga desil 4, yakni kelompok dengan pendapatan rendah yang sangat rentan terhadap berbagai risiko. Petani, nelayan, dan pekerja rentan lainnya menghadapi ancaman risiko sosial-ekonomi yang serius, termasuk kecelakaan kerja, penyakit, serta ketidakstabilan ekonomi di masa tua. Dalam konteks ini, jaring pengaman sosial menjadi kebutuhan mendesak untuk melindungi mereka dari dampak buruk risiko pekerjaan.

“Bagi segmen pekerja rentan, mereka sangat membutuhkan jaring keamanan sosial. Hal ini penting untuk memastikan kemandirian ekonomi, baik bagi mereka sendiri maupun keluarganya, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat pekerjaan,” ujar Anggoro.

Strategi BPJS Ketenagakerjaan untuk memperluas cakupan ini sejalan dengan visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan perlindungan sosial bagi pekerja rentan sebagai salah satu prioritas utama. Melalui visi besar Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045, program perlindungan sosial diintegrasikan dalam Asta Cita, yang menekankan peningkatan kualitas lapangan kerja, pengembangan kewirausahaan, serta penguatan infrastruktur yang mendukung industri kreatif.

Langkah BPJS Ketenagakerjaan ini juga menjadi bagian penting dari upaya membangun masa depan pekerja Indonesia yang lebih aman dan sejahtera. Dengan mengedepankan pendekatan komunitas, harapannya akan semakin banyak pekerja informal yang bergabung menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, sehingga mereka tidak hanya terlindungi dari risiko pekerjaan tetapi juga memiliki fondasi ekonomi yang lebih stabil di masa depan.