share

Gapki: Sawit, Pilar Strategis untuk Kemandirian Pangan dan Energi Nasional

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menegaskan pentingnya kelapa sawit sebagai aset strategis bangsa, menyusul pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menggarisbawahi peran vital sektor ini dalam memenuhi kebutuhan pangan dan energi nasional. Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, menyampaikan bahwa pandangan Presiden Prabowo mencerminkan pemahaman mendalam akan potensi sawit sebagai komoditas unggulan yang perlu dilindungi dan dikelola secara optimal oleh seluruh elemen bangsa.

Eddy Martono menyatakan bahwa kebijakan pemerintah untuk memperkuat kemandirian energi melalui program biodiesel, seperti B40 dan B50, sangat bergantung pada keberadaan kelapa sawit. Program ini tidak hanya mencerminkan upaya konkret untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen utama bahan bakar nabati berbasis kelapa sawit. Menurut Eddy, sawit harus dijaga oleh seluruh komponen bangsa, termasuk kepala daerah serta aparat keamanan seperti Polri dan TNI, guna memastikan keberlanjutan industri ini sebagai aset strategis negara.

Presiden Prabowo dalam berbagai kesempatan menekankan pentingnya sawit sebagai komoditas yang tidak hanya menopang kebutuhan domestik tetapi juga menjadi tumpuan banyak negara lain yang mengandalkan produk turunan sawit Indonesia. Eddy menambahkan bahwa arahan Presiden untuk menekan angka pencurian dan penjarahan di perkebunan sawit telah menunjukkan hasil positif. Ia mencatat bahwa tingkat kriminalitas di perkebunan sawit kini sudah jauh menurun dibandingkan beberapa bulan lalu. Langkah-langkah proaktif berupa koordinasi intensif dengan aparat penegak hukum terus dilakukan untuk memastikan stabilitas dan keamanan di sektor ini.

Lebih lanjut, Eddy berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Komoditas Strategis dapat segera disahkan sebagai payung hukum untuk melindungi sawit sebagai aset negara. Dengan adanya regulasi tersebut, eksistensi industri sawit diharapkan semakin kuat, memberikan jaminan hukum bagi para pelaku usaha dan petani kecil. Eddy menekankan bahwa investasi di sektor sawit bersifat jangka panjang, dengan hasil yang baru dapat dirasakan dalam kurun waktu hingga 25 tahun. Oleh karena itu, kepastian hukum menjadi elemen kunci untuk menjaga keberlanjutan industri ini.

Dalam pandangan Pakar Hukum Kehutanan, Sadino, sawit memiliki peran strategis yang tidak dapat disangkal. Ia menyoroti pentingnya pemberian legalitas terhadap kebun sawit rakyat, termasuk perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU), guna mengukuhkan posisi sawit sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Sadino juga mendukung pembentukan Lembaga Tata Kelola Sawit Indonesia, yang dapat berfungsi sebagai pengawal industri sawit agar lebih berkontribusi tidak hanya untuk kebutuhan domestik tetapi juga untuk kebutuhan global.

Anggota DPR RI, Firman Subagyo, turut memberikan dukungan terhadap pengembangan sawit sebagai aset strategis. Ia menyoroti pentingnya regulasi khusus untuk melindungi petani sawit sebagai bagian integral dari ekosistem industri ini. Firman menggarisbawahi bahwa perlindungan hukum terhadap komoditas strategis adalah hal yang lumrah dilakukan oleh negara-negara maju. Sebagai contoh, Amerika Serikat melindungi empat komoditas utama—kapas, kedelai, jagung, dan gandum—melalui undang-undang khusus. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia juga perlu mengadopsi pendekatan serupa untuk sawit, mengingat potensinya sebagai sumber devisa negara dan penopang kebutuhan energi terbarukan.

Lebih dari 15 tahun, kelapa sawit telah menjadi penyumbang utama devisa bagi Indonesia, sekaligus memenuhi kebutuhan pangan dan energi nasional. Dengan meningkatnya permintaan global terhadap produk turunan sawit, Indonesia memiliki peluang besar untuk memperkuat posisinya sebagai pemimpin pasar dunia. Komitmen pemerintah, dukungan regulasi, serta sinergi antara pelaku usaha, pemerintah, dan masyarakat akan menjadi kunci utama untuk memastikan bahwa sawit tetap menjadi aset strategis yang dapat diwariskan kepada generasi mendatang.