share

5 Strategi Profesional Hadapi Atasan Sulit ala Eksekutif Sukses

October 30, 2025

Oleh: Professional Review

Jakarta — Bekerja dengan atasan yang perfeksionis dan mengontrol sering kali menjadi tantangan besar bagi karyawan. Tuntutan detail yang berlebihan, kebutuhan untuk selalu dilibatkan dalam setiap keputusan, hingga kritik yang tak jarang terasa melelahkan bisa menguras energi. Namun menurut Melody Wilding, eksekutif coach dan penulis buku Managing Up, kondisi ini bukan akhir dari produktivitas. Justru, dengan strategi yang tepat, hubungan kerja bisa tetap berjalan sehat dan bahkan memberi ruang untuk berkembang.

Strategi pertama adalah berani memulai dengan draft kasar. Banyak profesional terjebak dalam perfeksionisme, menunggu hingga hasil benar‑benar matang sebelum diserahkan. Padahal, atasan dengan gaya kontrol tinggi lebih menghargai keterlibatan sejak awal. Memberikan kerangka awal memungkinkan mereka memberi masukan lebih cepat, sekaligus menghemat energi karyawan.

Kedua, menegaskan otoritas atasan. Wilding menyarankan penggunaan kalimat seperti “Keputusan akhir ada di Anda” atau “Saya ingin mendengar pandangan Anda sebelum melangkah lebih jauh.” Cara ini bukan sekadar basa‑basi, melainkan strategi psikologis untuk meredakan kebutuhan kontrol mereka. Dengan begitu, karyawan tetap bisa menyampaikan ide tanpa dianggap menantang posisi atasan.

Strategi ketiga adalah oversharing informasi. Meski terdengar melelahkan, update rutin—baik berupa memo mingguan, email singkat, atau konfirmasi progres—dapat menenangkan atasan yang haus kontrol. Alih‑alih dianggap sebagai beban tambahan, langkah ini justru bisa mengurangi interupsi mendadak dan memperjelas ekspektasi.

Keempat, mengantisipasi kritik sejak awal. Dengan meminta masukan sebelum eksekusi, karyawan bisa mengurangi risiko revisi besar di akhir. Teknik “yes, and…” dari dunia improvisasi juga efektif: akui masukan atasan (“yes”), lalu tambahkan perspektif Anda (“and”). Cara ini menjaga keseimbangan antara menghargai otoritas dan tetap mempertahankan suara profesional.

Terakhir, meminta apresiasi secara eksplisit. Banyak atasan perfeksionis fokus pada kekurangan, sehingga karyawan jarang mendapat pengakuan. Wilding menyarankan untuk secara sopan menanyakan apa yang sudah berjalan baik. Hal ini bukan sekadar soal ego, melainkan kebutuhan psikologis agar motivasi tetap terjaga.

Wilding menekankan bahwa menghadapi atasan sulit bukan berarti menyerah pada tekanan. Dengan strategi yang tepat, karyawan bisa menciptakan harmoni kerja: menghormati otoritas atasan, sambil tetap menjaga ruang untuk kontribusi dan pertumbuhan diri. Pada akhirnya, kemampuan mengelola dinamika ini adalah bagian penting dari kecerdasan karier yang membedakan profesional sukses dari yang lain.